Sabtu, 28 November 2009

My Dream



Aku punya sepenggal cerita kawan, dan aku tak keberatan untuk membaginya denganmu kalau kau ingin.

Suatu hari aku membuka komputerku. Aku melihat dektopnya. Aku sadar, seseorang telah menggantinya. Yang tadinya gambar sebuah desain interior ruang santai yang unik menjadi sebuah pemandangan musim gugur seperti yang ku cantumkan di atas. Well, sekilas, gambar itu terlihat sangat biasa. Aku tahu, hampir setiap komputer yang bersoftware windows pasti memiliki stok desktop ini. Tapi tidak untukku yang pada saat itu sedang benar-benar melankolis.

Saat itu aku benar-benar sedang kesepian, benar-benar sendiri, baru dihianati sahabatku sendiri, baru kehilangan HP, dan baru merasakan hal-hal naas lainnya. Secara, aku sedih banget. Dan saat meihat foto autumn itu, aku merasa tenang.

Aku berpikir, andai aku dapat berjalan disana. Andai aku dapat merasakan daun-daun yang berguguran. Andai aku dapat mendengar bising dedaunan yang gugur sebagai musik kesendirianku, mungkin aku akan merasa tenang. Seperti pohon-pohon yang harus merelakan bagian dari dirinya meninggalkannya, aku pun sakit. Seperti pohon-pohon yang hanya membiarkannya beterbangan, begitupun aku yang membiarkan mereka pergi. Membayangkan aku dapat merasakan angin yang berhembus di sana, aku merasa sangat damai. Setidaknya, jika aku berdiri di jalan itu, aku tidak sendiri. Jalan itu memiliki senandung kesunyiannya sendiri. Hanya dia yang dapat menikmatinya. Begitu pula aku. No one know how I’m crying.

Semenjak itu, aku jadi terobsesi dengan foto-foto musim gugur. Aku mungkin telah mendownload ratusan wallpaper musim gugur. Tapi gambar itu, foto musim gugur pertama yang mempesonaku, tetap memiliki kesan tersendiri. Lihatlah jalan itu semakin dalam, ikuti jalan itu sampai di belokan terakhir. Jika aku, jika aku yang melihatnya, aku ingin terus menyusurinya. Disanalah, aku akan damai bersama kesendirianku.

Ok, aku memang sendiri. Tapi setiap kata kesendirian yang kuucapkan sedikit pun tak bermakna bahwa aku mengemis perhatian. Aku tak masalah jika orang yang menyukaiku akhirnya perpindah haluan ke cewek lain. Itu artinya, laki-laki itu sama sekali tak pantas untukku. Aku tak masalah jika sahabat terbaikku akhirnya mencampakkan aku, seolah tak menganggapku ada, karena kesabaranku masih lebar. Takkan habis walau ia berkata aku tak berguna. Kenapa? Karena aku percaya padanya. Itu artinya ia berkata, berubahlah menjadi yang jauh lebih baik.

Mugkin aku memang berpendirian layaknya ice queen. Dinding-dinding pertahananku 100 kali lebih tebal dari tembok cina. Jika seorang cowok bermaksud untuk menganggapku lebih dari sekedar teman, dinding itu otomatis akan meninggi sampai setinggi Mount Everest.

Sebagian sahabatku berpendapat, itu bagus, berarti aku takkan begitu mudah didapatkan apa lagi jadi piala bergilir (amit-amit jangan sampe). Namun, sebagian yang lain berpendapat sikapku akan memberikan kesan angkuh pada diriku. Ok, aku sempat tak peduli kesan apapun akan orang pikirkan tentang aku. Toh aku punya sahabat yang benar-benar tahu bagaimana aku. Tapi aku sadar, siapakah aku sampai-sampai aku sebegitu angkuh? Memangnya aku siapa? Memangnya aku punya apa? Sedetik kemudian, hati kecilku menjawab, aku hanya seorang wanita muslim yang mencoba menjaga harga diri, martabat, dan kehormatanku. Well, aku dilemma.

Tertulis: 26 November 2009, 20:12

0 komentar:

Posting Komentar